Tentunya, ada banyak pertimbangan buat ortu ketika milih
sekolah buat anaknya. Yang utama adalah pasti anak akan dipilihkan sekolah yang
terbaik. Ini bicara tentang pendidikan dasar ya manteman hehe.. ketika anak
belum bisa 100% diberi tanggungjawab buat milih sekolahnya.
Aku sendiri dan suami punya beberapa pertimbangan ketika
milih SD dan SMP buat anak-anak kami. Berikut beberapa poinnya:
Buat tingkatan SD, kami sepakat pilih sekolah
Islam Terpadu.
Walaupun dari segi biaya memang
cukup menguras kantong PNS cem kami ini hehe. Tapi kami percaya itu investasi,
tidak hanya buat si anak tapi juga buat lingkungan dan masyarakat. Aku ingat,
sewaktu isi form pendaftaran dan sampai pada kolom: Apa harapan ayah/ibu
menyekolahkan anak di sini? Kurang lebih ini jawabanku: saya berharap anak bisa
berkembang potensi uniknya serta punya keseimbangan antara SQ, IQ dan EQ. Semakin
menurunnya kualitas manusia aku pikir salah satu sebabnya adalah akibat kita
terlalu mengagungkan yang namanya IQ. Anak dijejali dengan berbagai materi
tanpa diiringi pengayaan batinnya. Hasilnya? Makin banyak perilaku permisif
yang amat sangat memprihatinkan pisaannn!!!
Potensi unik juga penting, karena
tidak semua anak pintar matematika. Ada anak yang suka menulis maka dia kuat di
potensi verbal. Ada anak yang punya bakat seni, jadi tentunya ga perlu dipaksa
dijejali sains yang njlimet. Ada anak yang kuat hafalan, maka dia potensi jadi
hafidz Quran. Intinya anak tidak disamaratakan. Kenali potensinya dan
kembangkan yang positif lalu diajari kelola yang masih kurang positif.
Betul, sekolah umum memang gratis,
tapi rasanya sayang kalo anakku cuma dapet materi pelajaran umum yang hanya
mengasah IQnya. Di sekolah IT, anak akan mendapat pembiasaan ibadah dan
penanaman akhlak. Berarti SQ dan EQnya akan juga terasah. Akhlak pada
guru/ortu, pada teman, sampai pada OB yang sehari-hari menjaga kebersihan sekolah
pun anak-anak tidak pernah melecehkan.
Dari segi biaya yang memang lebih
mahal dari umumnya sekolah lain, tapi kami merasa itu memang kembali pada anak.
Fasilitas yang memadai, jumlah dan kualitas guru yang baik, lingkungan yang
bersih dan hijau, dan lain-lain. Tentang guru ini, aku masih ingat ketika Kaka
SD, anak-anak itu gak ragu buat gelayutan di tangan pak Kepseknya. Hehe hal
yang jarang dijumpai di sekolah umum. Guru sudah terlalu ribet dengan mengajari
minimal 40 anak, belum lagi tugas-tugas administrasi yang bikin kening makin
berkerut.
Komunikasi yang nyaman dengan guru
dan pihak sekolah jadi poin tersendiri. Ketika bisa menyampaikan saran atau
keluhan pada mereka tuh rasanya nyaman yaa. Pembiasaan di sekolah bisa
sinambung dengan di rumah.
Ketika beranjak ke SMP, maka pertimbangan kami
sedikit berbeda.
Kami masukkan anak-anak ke sekolah negeri. Kenapa? Kami ingin
mereka punya lingkungan yang lebih beragam, baik positif maupun negatif. Di situ ada banyak
peluang buat memperkaya hati dan pikirannya.
Anak akan bertemu dengan teman yang
agamanya beda, berarti dia akan belajar toleransi. Anak mungkin ketemu dengan
teman yang suka mem”bully”, maka dia akan belajar cara2 survive. Anak akan
bertemu dengan teman yang berstatus sosial beda, mungkin ada anak satpam, anak
direktur, anak dokter terkenal, dsb. Di situ dia akan belajar tentang
keragaman. Ada banyak mungkin-mungkin lain yang rasanya sulit dijumpai jika dia
tetap bersekolah di sekolah IT. Agama sudah jelas sama, status sosial cenderung
homogen, guru-guru yang amat care. Anak perlu sedikit keluar dari zona
nyamannya.
Di sisi lain, karena ia sudah punya
bekal tentang agamanya di SD, maka kami tidak terlalu kesusahan buat ngingetin
mereka. Beberapa kali Kaka ditugasi tadarus atau jadi imam shalat berjamaah di
SMPnya. Bukannya mau muji sendiri hehe, tapi ketika konsultasi dengan wali
kelasnya, maka kesimpulan utama mereka adalah: Kaka tak ada masalah dan sudah
mulai muncul berbagai potensinya, seperti jiwa kepemimpinannya. Rasanya
bersyukur banget, kami sudah bekali dia pondasi yang semoga cukup buat selalu
recharge sampai dia besar nanti.
Lingkungan sekolah.
Aku berusaha mencari sekolah
yang cukup punya lingkungan terbuka, sehat, dan hijau. Ini berlaku ketika
memilih SMP. Ada beberapa sekolah baik yang ada di lingkungan pasar atau padat,
maka itu langsung aku coret dari alternative hehe. Aku tak mau, anakku tercemar
Pb akibat emisi sumber bergerak/transportasi (haha.. naluri TL). Belum lagi,
ruang terbuka buat anak berinteraksi dan beraktivitas motorik. Kadang liat
beberapa sekolah, aku langsung eungap haha.. karena ruang terbukanya cuma sepetak
taman di tengah dikelilingi ruang kelas berlantai tiga.
Akses.
Anak harus belajar mandiri. Setelah pertimbangan lingkungan, maka jalur angkot yang lewat
sekolah jadi poin selanjutnya. Kaka dulu sekolah cukup dengan satu kali naik
angkot lalu jalan sekitar 100 meter. Pulangnya turun angkot, jalan 300 meteran
sampe deh ke rumah. Cuma kadang-kadang aja dia dianter atau bareng aku ke
kantor, karena aku mesti gedombrangan dulu nyiapin adiknya sekolah. Mungkin
tega ya, tapi gapapa. Sekali-kali dia harus dibenturkan dengan sedikit “kesengsaraan”
haha..
Nah, itu beberapa pertimbangan penting ketika aku
memilih sekolah buat anak-anakku. Cekidot..
Tentu lengkap dengan doa semoga ia dapat
berkembang sesuai harapan.
anakku masih setaun, tapi aku udah punya planning anak aku mau disekolahin ke SDIT, ga ke SD Negri soalnya pernah ngajar di sd negri dan tau gimana2nya hehe.
BalasHapus