Minggu, 16 Juli 2017

Pilih-pilih Sekolah Anak

Tentunya, ada banyak pertimbangan buat ortu ketika milih sekolah buat anaknya. Yang utama adalah pasti anak akan dipilihkan sekolah yang terbaik. Ini bicara tentang pendidikan dasar ya manteman hehe.. ketika anak belum bisa 100% diberi tanggungjawab buat milih sekolahnya.

Aku sendiri dan suami punya beberapa pertimbangan ketika milih SD dan SMP buat anak-anak kami. Berikut beberapa poinnya:

Buat tingkatan SD, kami sepakat pilih sekolah Islam Terpadu.

Walaupun dari segi biaya memang cukup menguras kantong PNS cem kami ini hehe. Tapi kami percaya itu investasi, tidak hanya buat si anak tapi juga buat lingkungan dan masyarakat. Aku ingat, sewaktu isi form pendaftaran dan sampai pada kolom: Apa harapan ayah/ibu menyekolahkan anak di sini? Kurang lebih ini jawabanku: saya berharap anak bisa berkembang potensi uniknya serta punya keseimbangan antara SQ, IQ dan EQ. Semakin menurunnya kualitas manusia aku pikir salah satu sebabnya adalah akibat kita terlalu mengagungkan yang namanya IQ. Anak dijejali dengan berbagai materi tanpa diiringi pengayaan batinnya. Hasilnya? Makin banyak perilaku permisif yang amat sangat memprihatinkan pisaannn!!!

Potensi unik juga penting, karena tidak semua anak pintar matematika. Ada anak yang suka menulis maka dia kuat di potensi verbal. Ada anak yang punya bakat seni, jadi tentunya ga perlu dipaksa dijejali sains yang njlimet. Ada anak yang kuat hafalan, maka dia potensi jadi hafidz Quran. Intinya anak tidak disamaratakan. Kenali potensinya dan kembangkan yang positif lalu diajari kelola yang masih kurang positif.

Betul, sekolah umum memang gratis, tapi rasanya sayang kalo anakku cuma dapet materi pelajaran umum yang hanya mengasah IQnya. Di sekolah IT, anak akan mendapat pembiasaan ibadah dan penanaman akhlak. Berarti SQ dan EQnya akan juga terasah. Akhlak pada guru/ortu, pada teman, sampai pada OB yang sehari-hari menjaga kebersihan sekolah pun anak-anak tidak pernah melecehkan.

Dari segi biaya yang memang lebih mahal dari umumnya sekolah lain, tapi kami merasa itu memang kembali pada anak. Fasilitas yang memadai, jumlah dan kualitas guru yang baik, lingkungan yang bersih dan hijau, dan lain-lain. Tentang guru ini, aku masih ingat ketika Kaka SD, anak-anak itu gak ragu buat gelayutan di tangan pak Kepseknya. Hehe hal yang jarang dijumpai di sekolah umum. Guru sudah terlalu ribet dengan mengajari minimal 40 anak, belum lagi tugas-tugas administrasi yang bikin kening makin berkerut.

Komunikasi yang nyaman dengan guru dan pihak sekolah jadi poin tersendiri. Ketika bisa menyampaikan saran atau keluhan pada mereka tuh rasanya nyaman yaa. Pembiasaan di sekolah bisa sinambung dengan di rumah.

Ketika beranjak ke SMP, maka pertimbangan kami sedikit berbeda.

Kami masukkan anak-anak ke sekolah negeri. Kenapa? Kami ingin mereka punya lingkungan yang lebih beragam, baik positif maupun negatif. Di situ ada banyak peluang buat memperkaya hati dan pikirannya. 

Anak akan bertemu dengan teman yang agamanya beda, berarti dia akan belajar toleransi. Anak mungkin ketemu dengan teman yang suka mem”bully”, maka dia akan belajar cara2 survive. Anak akan bertemu dengan teman yang berstatus sosial beda, mungkin ada anak satpam, anak direktur, anak dokter terkenal, dsb. Di situ dia akan belajar tentang keragaman. Ada banyak mungkin-mungkin lain yang rasanya sulit dijumpai jika dia tetap bersekolah di sekolah IT. Agama sudah jelas sama, status sosial cenderung homogen, guru-guru yang amat care. Anak perlu sedikit keluar dari zona nyamannya.

Di sisi lain, karena ia sudah punya bekal tentang agamanya di SD, maka kami tidak terlalu kesusahan buat ngingetin mereka. Beberapa kali Kaka ditugasi tadarus atau jadi imam shalat berjamaah di SMPnya. Bukannya mau muji sendiri hehe, tapi ketika konsultasi dengan wali kelasnya, maka kesimpulan utama mereka adalah: Kaka tak ada masalah dan sudah mulai muncul berbagai potensinya, seperti jiwa kepemimpinannya. Rasanya bersyukur banget, kami sudah bekali dia pondasi yang semoga cukup buat selalu recharge sampai dia besar nanti.

Lingkungan sekolah.
Aku berusaha mencari sekolah yang cukup punya lingkungan terbuka, sehat, dan hijau. Ini berlaku ketika memilih SMP. Ada beberapa sekolah baik yang ada di lingkungan pasar atau padat, maka itu langsung aku coret dari alternative hehe. Aku tak mau, anakku tercemar Pb akibat emisi sumber bergerak/transportasi (haha.. naluri TL). Belum lagi, ruang terbuka buat anak berinteraksi dan beraktivitas motorik. Kadang liat beberapa sekolah, aku langsung eungap haha.. karena ruang terbukanya cuma sepetak taman di tengah dikelilingi ruang kelas berlantai tiga.

Akses.
Anak harus belajar mandiri. Setelah pertimbangan lingkungan, maka jalur angkot yang lewat sekolah jadi poin selanjutnya. Kaka dulu sekolah cukup dengan satu kali naik angkot lalu jalan sekitar 100 meter. Pulangnya turun angkot, jalan 300 meteran sampe deh ke rumah. Cuma kadang-kadang aja dia dianter atau bareng aku ke kantor, karena aku mesti gedombrangan dulu nyiapin adiknya sekolah. Mungkin tega ya, tapi gapapa. Sekali-kali dia harus dibenturkan dengan sedikit “kesengsaraan” haha.. 

Nah, itu beberapa pertimbangan penting ketika aku memilih sekolah buat anak-anakku. Cekidot..

Tentu lengkap dengan doa semoga ia dapat berkembang sesuai harapan.

1 komentar:

  1. anakku masih setaun, tapi aku udah punya planning anak aku mau disekolahin ke SDIT, ga ke SD Negri soalnya pernah ngajar di sd negri dan tau gimana2nya hehe.

    BalasHapus