Kali kedua masuk ke lingkungan ini. Entah kenapa, selalu ada
salah tingkah, apa karena kesan “menyeramkan”? Dan rasa yang sulit digambarkan:
sedih, prihatin, plus dibumbui sedikit rasa marah dan kecewa.
Bersama seorang teman, aku ke situ buat sambangi seorang
kawan yang tengah dirundung kedukaan.
Setelah lewati prosedur menjenguk, duduklah kami menunggu di
bangku panjang. Di satu ruangan. Berbentuk seperti huruf L. Ada semacam jeruji pembatas
dengan ruangan dalam, dengan sedikit ruang kosong di bawah jeruji itu.
Kelihatannya buat bersalaman atau mengangsurkan kiriman seperti makanan dll.
Sambil menunggu, kuamati sekeliling. Ada satu bapak muda
yang sedang dijenguk istri dan kedua anaknya. Kuperhatikan wajahnya sedih
sambil mata tak lepas dari anak-anak itu. Bocah balita yang tampak kebingungan di
manakah aku berada. Sebelahnya seorang ibu, sedikit bikin kaget hehe karena usianya
tak lagi muda, tampak lebih tua dariku. (Kasus apa ya yang menimpa ibu lansia itu? mulai deh kepo.) Si ibu asyik mengobrol dengan seorang lelaki
dalam bahasa daerah yang aku tak paham. Di sebelahnya lagi ada ibu muda sekitar
umur tigapuluh tahunan. Dalam hati aku membatin, duh ya Allah, semoga aku dan
keluargaku terhindar dari tempat ini.
Lalu tampaklah kawanku itu jalan mendekat dari ruang dalam. Satu petugas angsurkan
rompi tahanan warna merah. Duh, mulai deh mamak ini baper. Asa watiirrrr…
Kami pun bersalaman erat, kutatap wajahnya yang berusaha
tersenyum walau di matanya tersirat duka. Terlihat kurus dan kurang tidur. Awal
ngobrol, terasa agak canggung. Malah dia yang banyak cerita macem-macem.
Termasuk tentang rencana pindahkan anak-anaknya ke kampung.
Dia punya empat anak, tertua kelas 6 SD, seumur anakku. Dalam
hati, aku bertanya-tanya, apa perasaan anak-anaknya nanti ketika sadar bahwa
ayahnya terkurung di sini. Tidak bisa bertemu tiap hari di rumah seperti biasanya,
Kalo pun mau ketemu, maka ada pembatas jeruji besi ini. Terbayang anak-anak
kritis itu pasti bertanya-tanya. Duuh, mamak makin baper. Kutahan-tahan air mata
yang berlinang ini.
Sambil lanjut mengobrol ini itu termasuk diskusi satu hal
yang rada serius, batinku: mungkin betul dia salah, mungkin dia memang lalai. Tapi
rasanya, pasti ada banyak faktor penyebab. Belum tentu semata kesalahannya.
Doa tulus dari lubuk hati buat kamu kawan. Semoga hukum bisa
berjalan seadil-adilnya, semoga mereka yang berwenang bisa bertindak sesuai
aturan. Semoga istrimu kuat, ibumu ikhlas, anak-anakmu sehat walafiat.
Ya, kali kedua jenguk kawan di tempat ini. Semoga cukup dua kali saja. Tak perlu lagi ada yang “terpaksa”
masuk ke situ. Naudzubillaahi min dzalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar