Minggu, 13 November 2016

Komunitas yang Membuka Mata Hatiku

Komunitas.

Satu kata yang sekarang amat sering digunakan orang. Satu kata yang dulu ketika sekolah dan kuliah rasanya belum masuk perbendaharaan di otakku tapi kini menjadi satu kata yang melekat di hati dan ingatanku.

Dalam pengertianku, komunitas itu sekumpulan orang dengan visi yang sama pada satu hal spesifik, yang lalu menjalankan berbagai misi untuk mencapai visi itu. Memang kedengarannya jadi mirip pengertian organisasi, tapi mungkin bedanya adalah komunitas ini sering tidak direncanakan, bentuknya informal, dan lebih berat unsur kerelawanannya, atau kadang malah anti mainstream.(hehe.. gaya amat ya mulai belajar berdefinisi).

Dan setelah googling, ternyata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komunitas adalah kelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu. lumayan memper-memper juga ya definisi karanganku.


Komunitasku yang pertama dan sampai sekarang masih selalu aku usahakan untuk tetap bergabung adalah Kelas Inspirasi (KI). Yang awalnya cuma niat ikut gabung karena pengen coba-coba, lalu terus ikut dan ikut karena rasanya nagih. 

Di sinilah mula aku belajar tentang semangat perkawanan dan kerelawanan, bekerja bersama-sama dalam format yang “tidak resmi”. Sulit untuk diuraikan dengan kata-kata, tapi di sinilah aku merasa satu pencarianku menemukan jawabannya.

Ketika lingkungan kerjaku mulai terasa negatif, ketika aku merasa tidak temukan kawan yang satu visi atau satu pemahaman, ketika orang hanya dinilai dari apa yang dia pakai dan bukan dari apa yang ada di otaknya, ketika nilai-nilai material dikalahkan oleh kekayaan hati.

Di KI-lah, aku belajar tentang ketulusan. aku bergaul dengan orang-orang positif. Aku belajar untuk tidak menilai orang dari busana atau penampilannya, tapi dari hatinya. Bahkan orang yang awalnya tampak garang menyeramkan sekalipun, ternyata banyak teladan yang bisa aku contoh darinya

Di sini aku melihat bahwa hal-hal material itu seperti tidak berarti. Ada banyak orang-orang yang tidak kekurangan secara materi tapi tidak berniat memperlihatkan kekayaannya. Tidak merasa keren, tidak merasa lebih dari yang lain. Yang tampak hanya semangat untuk berbagi. 

Selain jadi relawan pengajar, dua tiga kali aku juga mencoba jadi panitia. Rempong bin riweuh memang, karena komunikasi utama biasanya lewat grup Whatsapp yang bisa aktif hampir 20 jam sehari. Buat mamak2 macam awak ini, jam 10 malam sudah menguap lebar-lebar, itu butuh energi lebih. Tiap orang punya kontribusi,sekecil apapun akan selalu dihargai. Aku pernah gabung di tim sekretariat, yang kadang jam 11 malem tiba-tiba kudu bikin konsep surat untuk pinjam gedung. Waduuhh..!!! Mungkin remeh yaa, tapi rasanya hati ini senang bin semangat aja.

Semua orang bekerja keras bersama-sama untuk capai satu tujuan yaitu mencoba memberi warna bagi pendidikan anak-anak Indonesia. Bekerja bersama-sama yang kadang tampak seperti sekumpulan orang gokil bin aneh. Ya iyalah orang-orang yang mauuu aja korbankan waktu, energi, materi, "cuma" untuk persiapkan suatu kegiatan ngajar tentang profesi pada anak-anak SD. 

Kadang-kadang tujuan itu mungkin dianggap agak gila, lebay, atau aneh bagi orang lain. Contohnya ada satu kawan yang sudah bergabung menjadi relawan KI di 23 kota. Yak dua puluh tiga kota, saudara-saudara. Dengan biaya sendiri, mengorbankan waktu hanya untuk datang ke satu sekolah dan berbagi cerita tentang profesinya. Ada lagi satu kawan yang mau-maunya jadi penggagas KI Tanimbar. Di mana pula itu Tanimbar? Nun jauh di sana, yang perjalanannya saja tidak mudah dan butuh biaya jutaan. Tapi kok dia mau yaa? Aneh bin ajaib kan.

Dari usia muda sampai usia ga muda tapi masih ingin berjiwa muda (contohnya saya sendiri hehe) bergabung bersama, dari satu satu kota, lalu menjadi gerakan yang massif.

Berangkat dari komunitas ini, lalu aku terhubung dengan banyak kawan dari berbagai latar belakang dan berbagai daerah atau juga dengan komunitas lainnya. Itu satu hikmah yang amat aku syukuri. Networking dan silaturahim terjalin dengan hangat. Informasi bisa menjalar dengan cepat, misalnya ketika ada satu kawan yang perlu bantuan buku atau Rumah Singgah, lewat networking inilah banyak pihak yang bisa terhubung lalu saling bantu.

Hal positif lainnya adalah pikiranku lebih terbuka. Aku pelan-pelan belajar menjadi orang yang lebih terbuka. Tidak gampang hakimi orang, coba kenali potensi teman, bisa ajak atau bahkan paksa orang untuk keluar dari zona nyamannya dan mencoba hal-hal baru yang tentunya positif. Pembelajaran ini kuakui masih berproses tapi lumayan lah buat seorang kutu buku yang ga gaul macam awak iniiii...

Tak kupungkiri, ada banyak kritik untuk gerakan ini. Misalnya, mana mungkin dalam setengah hari atau cuma sekian jam kita bisa memberi inspirasi tentang cita-cita pada segerombolan anak-anak SD. Belum tentu juga anak-anak itu sekolah terus, mungkin sampai SMP atau paling banter SMA dia sekolah lalu bekerja jadi kasir di minimarket misalnya. Dan mungkin masih banyak lagi kritik lainnya.

Tapi kembali lagi, buat aku pribadi lebih baik nyalakan lilin daripada mengutuk dalam kegelapan. Lebih baik berbuat sesuatu, walaupun mungkin kecil, daripada kita hanya berdiam diri. Lebih baik turun tangan, daripada hanya tunjuk tangan. (dikutip beberapa semboyan atau tagline Kelas Inspirasi).

*teriring rasa syukur pada Allah yang memberi jalan dan kesempatan

5 komentar:

  1. Bersemangat terus BuAni.. salam kenal, saya Dini dari Cirebon

    BalasHapus
  2. Bersemangat terus BuAni.. salam kenal, saya Dini dari Cirebon

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Dini Lestarii... salam kenal jugaaa....

      Hapus
  3. satu yang belum kesampaian teh, jadi relawan pengajar.. dari dulu pengen banget.. cuma belum ketemu jalannya.

    semoga selalu semangat berbagi manfaat dan menebar kebaikan ya teh ani <3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ajeeeng... ini jalannya saayy.. semoga KI berikutnya Ajeng bisa gabung yaa..
      Nuhun sudah berkunjung

      Hapus