Kamis, 19 April 2018

Tak Seujung Kuku Pun


Sekitar dua minggu lalu, ada anggota satu WAG-ku yang japri, Andi bercerita bahwa ada teman dalam WAG yang sama, Beni sedang dilanda ujian. Anaknya bakal dibiopsi buat cek kanker. Perempuan, umur 10 tahun. Beni jarang banget muncul di grup jadi aku belum kenal.
Aku langsung terkesima.
Ya Allah, umur 10 tahun , gimana kalo hasil biopsinya positif?

Kami berdua langsung posting infokan di grup, supaya ikut dukung morilnya Beni. Semua turut mendoakan semoga hasilnya negatif. Beni merespon ucapkan makasih, plus info tentang kronologisnya sakit anaknya. Namanya Arina, pas aku lihat di pp nya Beni, anaknya cantik banget, putih tersenyum manis.

Seminggu kemudian, Andi kabarkan lewat japri lagi, hasilnya positif kanker.
Aku terhenyak lagi. Sambil bisikkan doa, semoga mereka dikuatkan.

Aku langsung japri Beni buat kasih dukungan moril. Lalu janjian sama beberapa teman buat nengok ke rumahnya. Dalam WAG aku yang satu ini, tidak semua anggota grup saling kenal. Bahkan ada beberapa yang aku belum pernah ketemu. Jadi waktu nengok itu, kami baru ketemu Beni dan istrinya, Utari. Arina juga ada dikenalkan pada kami.

Begitu ketemu, dalam hati rasanya sedih banget. Beda banget sama di foto lalu, Arina tampak kurus banget. Mukanya kuyu. Masih bisa bermain sama adiknya, tapi belum kuat sekolah. Walaupun udah sering nangis, pingin sekolah.

Utari cerita tentang kronologis sakitnya Arina. Jadi sudah enam bulan bolak balik ke rumah sakit, cek ini dan itu, sampai akhirnya dapet diagnosis kanker. Sebetulnya kami ga tega bertanya-tanya, tapi mungkin ia butuh katup, butuh ada orang yang mau jadi pendengar, jadi ia ceritakan dari awal. Sesekali ia susut air matanya.

Secara fisik udah jelas Arina sakit, ternyata secara psikis dia juga stress. Kadang bilang sakit di suatu bagian tubuh, padahal sebetulnya tidak. Suka tiba-tiba jerit-jerit merasa keluar darah dari mulutnya. Sambil nangis, bertanya pada mamanya, aku ini sakit apa, mama?

Anak ini anak baik hati dan tidak mau merepotkan orangtua. Pernah katanya dulu kejadian kakinya tiba-tiba sakit. Ternyata sudah beberapa lama kakinya ditekuk ketika pakai sepatu karena sepatunya udah kesempitan. Sekarang pun, kalo berobat ke dokter, dia bertanya: mama ada uang?

Anak yang disayang-sayang, dieman-eman, harus didera satu penyakit serius, yang pengobatannya mesti lewat kemoterapi dan radiasi. Yang mungkin banyak orang sudah mafhum apa efeknya buat si pasien.

Sambil menyimak ceritanya, dalam hati aku merasa tertampar. Ya Allah, ga ada apa-apanya ya ujian yang Engkau pernah timpakan padaku, dibanding ujian keluarga itu.

Pernah sakit? Pernah, tapi pasti lebih sakit Arina. Pernah ga punya uang? Pernah, tapi belum pernah tiba-tiba harus punya dana ratusan juta buat berobat. Pernah bingung? Pernah kalut? Pernah galau tu d mex? Semua pernah. Tapi, rasanya lebih berat cobaan mereka.

Ga ada apa-apanya Aniiii, ujian yang pernah kamu rasakan. Tak seujung kukunya. Atau bahkan mungkin cuma setitik debu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar