Minggu, 09 April 2017

Online Versus Angcot: Ada Respek di Antara Kita

Medio bukan lalu, Bogor didera demo angkot yang cukup melelahkan Hayati hehe… Yak, para supir angkot atau aku biasa sebut angcot berdemo karena merasa angkutan online sudah merampas penghasilan mereka. Tiga kali demo, dua kali sempat ricuh, kabarnya ada abang ojek online dikeroyok yang lalu dibalas dengan perusakan angcot.

Hayati pun kena imbasnya. Yang sudah aman berojek online lalu kudu nyopir lagi. Padahal udah males banget dan ga go green kan (baca: bensin mahal booo) haha..


Untunglah itu ga berlangsung lama. Rentetan demo itu lalu diakhiri dengan tandatangan surat perdamaian antara perwakilan angkutan online dengan angcot, disaksikan Walikota dan Kapolres.

Taapi... setelah itu, apa ada yang berubah? Seminggu setelah kejadian, rasanya semua kembali ke asal hehe. Angcot kembali ngetem di manapun kapanpun dan angkutan online pun kembali beroperasi.

---

Cerita sedikit tentang pengalamanku beralih angkutan. Sampai Desember kemarin, aku adalah pelanggan setia angcot. Dengan jarak sekitar 5 km, bisa ditempuh maksimal dalam waktu 30 menit. Aman buatku. Tapi mulai tahun ini, aku mulai nyerah berangcot ria. Minimal butuh waktu 45 menit, padahal baru bisa jalan jam 6.45 tunggu anak dijemput ke sekolah. Mararevet sama waktu baris di lapangan alias apel pagi, waduh pokoknya.

Daan mulailah aku melirik si online itu. Install lalu coba order. Ternyata mampu menjawab problemku hehe, dalam waktu maksimal 20 menit dari sang ojek datang, aku sudah sampai kantor dan mencetak jari alias finger print. Siip laah…

Jadi, barangkali udah waktunya ada peralihan cara orang bertransportasi, dengan pertimbangan efisiensi waktu tempuh. Buat kasus kayak demo ini, sulit menurutku buat tuding pihak yang salah.

---

Selama bertahun-tahun ngangkot, sering aku ngobrol sama sang supir. Ada banyak hal kecil yang buatku menarik. Kenapa menarik? karena bisa jadi eunteung (cermin) buat aku yang sering lupa bersyukur. Dari obrolan ringan itu, aku tangkap betapa sulitnya masa sekarang kumpulkan rupiah demi rupiah. Beuki hese neangan sewa, kitu ceunah, sewa itu istilah supir buat kata penumpang. Mungkin itu alasan utama mereka demo.

Lalu beberapa bulan pake ojek online, kadang ada supir sopan yang suka basa basi ngobrol bebagai hal. Satu kesimpulannya, mereka sebelumnya kerja lain tapi penghasilan makin berkurang lalu beralih ke angkutan online. Ternyata lumayan bisa bawa uang sekian rupiah pulang ke rumah.

Jadi para pemirsah, satu kesimpulan dari kedua pihak ini: Masing-masing kerja sekuat tenaga buat menjemput rejeki. Ceuk abdi nu awam ieu. Yang masih luput barangkali rasa RESPEK di antara keduanya. Saling hormati dan saling hargai. Dan rasa percaya bahwa setiap manusia itu Allah bekali dengan rejekiNya semenjak lahir. 

---

Respek, apakah itu?
Menurut KBBI, respek itu rasa hormat; kehormatan: menaruh -- atas perbuatan yang mulia

Sedangkanmenurut https://www.vocabulary.com/dictionary/respect, Respect is a way of treating or thinking about something or someone. If you respect your teacher, you admire her and treat her well. You show respect by being polite and kind.


Respek itu tentang cara atau sikap kita berfikir atau memperlakukan orang lain. Anda memperlihatkan respek dengan sikap baik dan sopan. Contohnya jika kamu respek pada guru, maka kamu akan kagum dan hormat padanya.

Alangkah indahnya dunia Hayati jika para pelaku angkutan online saling respek dengan supir angcot-ers. Lalu keduanya juga saling respek dengan para penumpangnya.

Para angcot-ers harus sadar, sudah bukan masanya lagi ngetem seenaknya, jalanin mobil sangeunahnna bari ngebul ngaroko. Para majikannya juga harus saling hargai dengan para supir yang berjibaku di jalanan. Sistem setoran mungkin sudah harus dirubah, mungkin bisa meniru sistem online dengan bagi hasil dan bonus jika target tecapai. Para supir juga hormati majikan dengan merawat mobil dengan baik. Ada banyak contoh resepek lainnya.

Para angkutan online juga mesti toleransi. Istilah Sunda nya mah ulah nyolok mata buncelik. Artinya jangan terlalu terang-terangan menunjukkan mereka lebih laku daripada angcot atau opang alias ojek pangkalan. Pengelolanya juga baiknya punya database, untuk satu wilayah Kota Bogor misalnya butuh mereka berapa banyak. Jangan sampai juga mengancam periuk nasi angkutan lain yang sudah lama ada. Harus punya juga standar kelaikan kendaraan dan standar pelayanan sang supir.

Jika semua saling respek dan toleransi, pasti tak ada lagi demo-demoan. Mendingan kita demo masak aja dah, betul kan buibuuuu?....







2 komentar:

  1. Seharusnya konsumen bebas milih mau naik apa..toh rizki sudah ada yang ngatur 😒

    Tatat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Leres pisan, tapi tampaknya konsep itu belum masuk ya ke pikiran para angcot ituuu.. trus siapa yang mau bantu pahamkan mereka?
      Hihi... PR deui we nyaaa

      Hapus