Beberapa bulan lalu teh Annis, salah seorang sobatku,
bercerita bahwa ITB Angkatan 86 sedang menyusun sebuah buku. Mendengarnya, aku langsung
berminat.Hal pertama yang aku tanyakan adalah adakah alumni TL atau
PL yang jadi bagian buku itu? Haha.. sentimen jurusan. Ternyata ada beberapa
nama yang kukenal. Makin berminatlah aku.
Lalu ketika teh Annis memuat gambar sampul buku itu di grup WhastApp kami, akulah yang pertama
tunjuk tangan dan mau pesan. Seminggu kemudian, buku itu pun sampai di rumah.
Dalam bayanganku, buku ini akan bercerita tentang berbagai
profesi unik para alumni ITB 86 lalu kesan-kesan mereka selama kuliah di ITB.
Yang intinya memberi motivasi kepada para pembaca, untuk sekolah setinggi-tingginya
dan bekerja dengan passion , bisa sesuai
bidang ilmu masing-masing atau bisa juga berbeda.
Okay, let’s read….
Pertama lihat sampulnya.
Sampul buku yang unik menurutku. Sederhana, simpel tapi
ciamik. Sampul berwarna putih dengan gambar gajah Ganesha lambang kampus kami
tercinta dengan variasi seperti polkadot.
Kedua, lihat Daftar Isi.
Buku ini dibagi menjadi beberapa bagian, sesuai klasifikasi
profesi para alumni ITB 86 yang diangkat. Ada bagian PNS, Profesional BUMN dan
swasta, Dosen dan Peneliti, Pengusaha, dan Profesi Spesifik. Yang paling
menarik buatku di bagian Profesi Spesifik, ada dua alumni dengan profesi Ibu
Rumah Tangga. Waahh cakep nih, karena kadang sebagian kalangan berpendapat Ibu
RT itu bukan profesi, padahal yaa….. padahaal… itu profesi paling sibuuuk
sedunia.
Begitu aku buka daftar isi, aku scanning dan tentunya cari nama-nama yang aku sudah kenal. Ahaa…
ada nama Tubagus Furqon Sofhani. Salah seorang dosen favoritku ketika kuliah
S2 di PWK ITB, mengajar Ekonomi Wilayah. Jika beliau ngajar, rasanya santai ga
tegang, tapi banyak pengalaman dan wawasan yang aku dapat. Daan yang bikin aku
lebih suka adalah aku dapat nilai A untuk matkul ini. Hahaha…
Profil pak Furqon
Berikut aku kutip beberapa bagian profil beliau yang
menarik. Pada pembukanya, ditulis dosen
dan guru adalah sama. bahwa peran dosen tidak hanya dengan transfer
pengetahuan tapi juga turut membangun masyarakat yang berkarakter kuat.
Profesi guru buat aku selalu menarik. Keluargaku adalah
keluarga guru. Ayah dan ibuku adalah guru selama puluhan tahun sampai pensiun,
mengajar sejak anak SR/SD sampai mahasiswa. Salah seorang kakakku dosen, lalu
beberapa paman, bibi, dan sepupuku juga guru.
Sewaktu lulus SMA, ibu menyarankan aku untuk sekolah di IKIP dan
menjadi guru. Pengalaman beliau, guru itu profesi yang cocok untuk seorang
perempuan. Aku yang kala itu masih berjiwa muda merasa itu kurang asyik dan
daftar ke ITB, kepingin jadi tukang insinyur (sok jumawa tea haha..). Baru belakangan aku sadar,
terutama setelah punya anak, bahwa ibuku benar adanya. Aaahhh, mother’s thought is always wise.
Dosen dan guru, seperti
tulisan pembuka profil di atas, semua berjasa, berperan mengantarkan seorang
anak manusia menjadi lebih terdidik.
Karakter kuat adalah poin yang tak kalah pentingnya. Bagaimana para pendidik ikut berperan menyiapkan generasi muda yang kuat dan berkarakter, yang punya identitas, tidak hanya jadi pengekor bangsa lain. Inovatif, kreatif, dan mandiri.
---
Bagian selanjutnya, ditulis tugas apakah yang paling
menantang bagi seorang dosen, terutama dosen ITB? Tantangan pertama adalah
menjadi bagian dari komunitas ilmuwan yang turut
serta memproduksi pengetahuan.
Jika dosen hanya menyerap lalu menyampaikan pengetahuan, maka fungsi dosen
tersebut seperti sebuah gudang, hanya menampung tetapi tidak memproduksi.
Setuju sekali, sepakat tanpa kecuali. Bukan bermaksud mengecilkan
kemampuan atau kemumpunian sang dosen, tapi jika hanya terpaku pada buku-buku text atau teori rasanya ada yang kurang.
Buat aku, dosen yang menarik adalah yang bisa sampaikan gagasan, inovasi, ide-ide, atau pengalaman empirisnya.
Lebih banyak yang bisa aku dapat. Selain tambahan ilmu tapi juga tambahan
wawasan, spirit, atau pencerahan.
Lalu, ditulis tentang tantangan kedua
yaitu menjadi bagian dari solusi
masalah bangsa. Tidak hanya terkait kegiatan dalam kampus, tetapi juga
permasalahan bangsa yang lebih luas, seperti kedaulatan pangan, kemacetan,
permukiman kumuh, dsb.
Tulisan selanjutnya menguraikan tentang pengalaman beliau di
Forum Jatinangor. Suatu forum yang mendorong proses perencanaan pembangunan yang
melibatkan masyarakat secara lebih luas di Kabupaten Sumedang. Aku ingat dulu
dalam beberapa kuliah, beliau sempat bercerita tentang forum ini.
Yap, ini juga sepakat tanpa reserve. Aku bekerja di pemerintahan daerah. Ada beberapa perguruan
tinggi di sini. Tapi sayang sekali, peran mereka masih belum tampak. Bisa ada
dua penyebab, si pemerintah sendiri yang tidak memberi ruang. Atau sebab kedua,
sang perguruan tinggi juga tidak cukup berperan. Istilah lama yang sering
dipakai, mereka seperti menara gading. Betul mereka menyampaikan segudang ilmu
kepada mahasiswanya. Namun perlu ditelusuri lebih jauh, sejauh mana peran
mereka dalam menjawab permasalahan bangsa ini.
Bisa aku sampaikan satu contoh kecil. Keluargaku asalnya
dari keluarga petani. Aku sering berbincang-bincang dengan mereka. Ada satu hal
yang telah lama menggelitikku. Begini ucapan mereka, patani mah ti jaman kapungkur dugi ka ayeuna nya kieu kieu we hirupna,
teu jadi langkung sejahtera. Kaum petani dari jaman dulu ya begini-begini
aja, kesejahteraannya tidak pernah meningkat.
Nah, di manakah peran perguruan tinggi selama puluhan tahun ini? Jika kesejahteraan petani tidak
menjadi meningkat. Padahal katanya negeri kita ini akarnya adalah negeri agraris. Sedih dan
miris rasanya.
Kata-kata lain yang menarik juga adalah: mengajar itu bukan menjelaskan pengetahuan
yang terdapat pada buku teks kepada mahasiswa, melainkan lebih didasarkan atas
kekayaan pengalaman riset dan pengabdian masyarakat bahkan pengalaman hidup
sang dosen.
Teori-teori yang
diajarkan tidak berasa di langit abstrak, tetapi nyata berpijak pada bumi
masalah Nusantara. Ini ditulis di bagian akhir profil beliau.
----
Begitu ketemu momen yang tepat, profil dosenku ini akan aku
ceritakan pada anak-anak. Bahwa sekolah tinggi itu tidak cukup untuk mendapat gelar
dan kemudian bekerja. Ada banyak hal yang jauh jauh lebih penting. Salah
satunya bagaimana kita berbagi dan bagaimana kita membawa manfaat bagi
masyarakat.
*buku yang recommended
*doakan bisa bersambung tulisan tentang profil alumni 86 lainnya
Salam kenal ya teh.. Aku setuju teh, jadi orang pintar aja ngga cukup, memang harus bermanfaat.. Moga anak2 kita jadi manusia yg bermanfaat ya teh.. Amin
BalasHapuskisah-kisah positif beginian yang perlu lebih sering kita bicaraken
BalasHapus*lalu ngegosip lagi di grup wkkwkwkwk*
Jadi pengen kenalan sama sang tokoh :)
BalasHapussalam
Okti Li (tehokti.com)
Mantap, Ani!
BalasHapus"Bahwa peran dosen (dan guru) tidak hanya dengan transfer pengetahuan tapi juga turut membangun masyarakat yang berkarakter kuat."
BalasHapus--- Setuju banget teh!