mencoba berbahasa yang baik
(Hindari abai hal-hal kecil dalam berbahasa)
1.
Alhdlh sst bgt
2.
Plg bcny skt kpl
3.
B dos p kbr?
Dikira:
1.
Aladalah sensitif banget (???)
2.
Pulang becaknya sakit kapalan (???)
3.
Bi dosa apa kabur? (???)
Betulkah itu maksudnya?
Padahal ini maksudnya:
1.
Alhamdulilah sesuatu banget
2.
Paling bacanya sakit kepala
3.
Bu dosen apa kabar?
Ini satu contoh lain yang menurutku termasuk yang parah.
Kenapa? Karena menyangkut salam yang dicontohkan Rasulullah kita tercinta.
Ass wrwb...
Apa coba
itu? Maaf nih ya maaf, bukan mau kurang ajar..
Ass itu apa?
Bisa jadi asbes, asu (maaf), asas, dst..
Wr bisa jadi
warung, woro, dst
Wb bisa jadi
apa lagi ya?
Padahal Nabi mencontohkan kita menyebutnya lengkap:
Assalamualaikum warrahmatullaahi wabarakatuh.
Dan kita dapat pahala lho
mengucap itu. Sayang kan, tidak jadi dapat pahala hanya gara-gara rajin menyingkat.
Belum lagi, mungkin dosa karena teman kita pusing akibat harus menebak-nebak
maksud kita.
--------------
Jaman dulu, ketika sms dibatasi sekian huruf maksimal,
memang kita biasa menyingkat suatu kata, tentunya dengan kesepakatan tidak
tertulis. Jangan sampai kita buat singkatan, tetapi si penerima tidak paham.
Tapi jaman sekarang, ketika orang rata-rata bergabung dalam
grup Whatsapp, BBM, dan lain-lain, yang tidak membatasi jumlah maksimal huruf
yang bisa kita tulis dalam percakapan (chatting),
maka sebetulnya berkurang alasan kita untuk menyingkat kata.
Ditambah lagi, suatu
grup misal grup alumni, kemungkinan besar terdiri dari berbagai orang yang
tidak lagi berada di suatu tempat dengan kebiasaan bercakap-cakap yang berbeda
pula. Beberapa singkatan mungkin dapat dimaklumi, yang biasa dipakai orang
secara umum. Namun yaa, menghindari tentunya akan lebih baik.
Tidak jarang, kebiasaan menyingkat kata itu menyulitkan
orang lain untuk membaca, kadang malah membuat orang menerka-nerka apa maksud
si penulis. Banyak orang berargumen, aahhh itu bukan masalah besar. Kalo tidak
mengerti kan tinggal tanya. Eits, tunggu dulu.
Bagaimanapun, kita mesti punya etika dalam berbahasa, lisan
maupun tulisan. Jika dominan orang beranggapan tidak masalah kita menggunakan
kata-kata dalam tulisan kita tanpa melihat bahasa bakunya. Waahh, terbayang
mungkin 10-20 tahun ke depan, lama kelamaan pelan-pelan akan hilang beberapa
kata karena orang tidak pernah memakainya lagi. Sedih rasanya.
--------------
Berdasarkan observasi ringkas di berbagai grup Whatsapp, maka berikut beberapa
kesalahan yang sering terjadi juga di samping kebiasaan menyingkat kata di
atas.
a.
Malas pakai huruf kapital.
Banyak orang yang tidak mau berpayah-payah menekan tombol shift atau capslock ketika perlu menggunakan huruf kapital, misal nama orang
atau nama tempat.
Contoh: Aku kemarin ketemu dia di eep. Hmmm, apa ya eep itu?
Salah ketik (typo istilah sekarang)
atau apa yaa? Mungkin hanya beberapa orang yang paham.
Tapi coba jika kita
tulis: EEP... Rasanya akan lebih banyak
yang paham, karena itu salah satu tempat kursus bahasa terkenal di Bandung.
Nah, di situlah pentingnya huruf kapital.
Lucu ih beli ani... Nah apa lagi tuh..
Oh ternyata
maksudnya: Lucu ih Beli dan Ani. Beli itu ternyata maksudnya nama orang.
Lah
kalo tidak kapital, jadi dikira mau beli sesuatu kan? Lu kate merk kain? Belini
hahaha..
b.
Susunan kata yang kurang tertata baik
Ada lagi pertanyaan di grup lain: adakah yang tau nomor tlp
servis toshiba tv n kulkas brp?
Nah, itu maksud kata brp (berapa) itu apa yaa? Jadi tanya kulkas
ada berapa atau apa ya? Padahal maksudnya: Berapa nomor tlp servis Toshiba?
Jadi susunan kata tidak kalah pentingnya, karena
mempengaruhi arti suatu kalimat.
c.
Malas pake tanda baca, seperti titik, koma
Info dari rima deni itu alamatnya dmn
Jadi yang ditanya alamat siapa? Rima atau Deni atau
keduanya?
Lalu ini kalimat tanya atau kalimat berita? Karena tidak ada
tanda baca di akhir kalimat.
Padahal mungkin maksudnya: Info dari Rima, Deni itu
alamatnya di mana?
------
Perlu disadari, bahasa adalah pendukung utama dalam
berkomunikasi antar sesama.
Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi,
harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah
bahasa baku. Bahasa sesuai kaidah bahasa baku mungkin banyak orang tidak pakai dengan
alasan percakapan menjadi kurang akrab.
Baiklah, kita lupakan sejenak tentang bahasa baku yang mungkin menakutkan sebagian orang hehe... Bukan
berarti tidak penting, tapi kita bahas di lain waktu.
Sekarang coba kita fokus pada bahasa yang baik, yang dapat
efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Nah jika banyak disingkat,
lupa tanda baca, lupa huruf kapital, susunan tidak jelas, apakah itu efektif
bisa menyampaikan maksud kita kepada yang lain?
Jadi kalau pesan yang disampaikan tidak dipahami lawan
bicara akibat empat kesalahan di atas, jangan salahkan si penerima pesan
yaaa.... Itu baru empat contoh, yakin masih banyak lagi sebetulnya hehehe...
Jangan anggap
enteng bahasa yaa.. Bahasa menunjukkan bangsa.
Rasanya
miris kita ajak daftarkan anak kita kursus bahasa asing, yang mengajari mereka
tentang grammar (tata bahasa) dan lain-lain. Tapi kita sendiri tidak contohkan
berbahasa Indonesia yang baik kepada mereka.
Jangan kesal
juga, jika di grup anda, ada satu orang anggota yang rajin mengingatkan
berbahasa yang baik. Niatnya pasti mulia, supaya kebiasaan berbahasa yang baik
tidak makin menghilang di tengah riuh rendahnya percakapan yang semakin alay.
(sedikit bela diri hehehe..)
*kerisauan lama
*seorang anak guru bahasa selama puluhan
tahun
Catatan: Trims banyak buat para poreper yang aku kutip
beberapa contoh di percakapan grup kita. Cinta dah, kecup basah dari
akuuuuu....
#ODOPfor99days
#day5
#day5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar