Jumat, 08 Januari 2016

Mencoba Berbahasa yang Baik


mencoba berbahasa yang baik
(Hindari abai hal-hal kecil dalam berbahasa)

1.       Alhdlh sst bgt
2.       Plg bcny skt kpl
3.       B dos p kbr?

Dikira:
1.       Aladalah sensitif banget (???)
2.       Pulang becaknya sakit kapalan (???)
3.       Bi dosa apa kabur? (???)

Betulkah itu maksudnya?

Padahal ini maksudnya:
1.       Alhamdulilah sesuatu banget
2.       Paling bacanya sakit kepala
3.       Bu dosen apa kabar?

Ini satu contoh lain yang menurutku termasuk yang parah. Kenapa? Karena menyangkut salam yang dicontohkan Rasulullah kita tercinta.

Ass wrwb...

Apa coba itu? Maaf nih ya maaf, bukan mau kurang ajar..
Ass itu apa? Bisa jadi asbes, asu (maaf), asas, dst..
Wr bisa jadi warung, woro, dst
Wb bisa jadi apa lagi ya?

Padahal Nabi mencontohkan kita menyebutnya lengkap: 
Assalamualaikum warrahmatullaahi wabarakatuh. 
Dan kita dapat pahala lho mengucap itu. Sayang kan, tidak jadi dapat pahala hanya gara-gara rajin menyingkat. Belum lagi, mungkin dosa karena teman kita pusing akibat harus menebak-nebak maksud kita.

--------------

Jaman dulu, ketika sms dibatasi sekian huruf maksimal, memang kita biasa menyingkat suatu kata, tentunya dengan kesepakatan tidak tertulis. Jangan sampai kita buat singkatan, tetapi si penerima tidak paham.

Tapi jaman sekarang, ketika orang rata-rata bergabung dalam grup Whatsapp, BBM, dan lain-lain, yang tidak membatasi jumlah maksimal huruf yang bisa kita tulis dalam percakapan (chatting), maka sebetulnya berkurang alasan kita untuk menyingkat kata. 

Ditambah lagi, suatu grup misal grup alumni, kemungkinan besar terdiri dari berbagai orang yang tidak lagi berada di suatu tempat dengan kebiasaan bercakap-cakap yang berbeda pula. Beberapa singkatan mungkin dapat dimaklumi, yang biasa dipakai orang secara umum. Namun yaa, menghindari tentunya akan lebih baik.

Tidak jarang, kebiasaan menyingkat kata itu menyulitkan orang lain untuk membaca, kadang malah membuat orang menerka-nerka apa maksud si penulis. Banyak orang berargumen, aahhh itu bukan masalah besar. Kalo tidak mengerti kan tinggal tanya. Eits, tunggu dulu.

Bagaimanapun, kita mesti punya etika dalam berbahasa, lisan maupun tulisan. Jika dominan orang beranggapan tidak masalah kita menggunakan kata-kata dalam tulisan kita tanpa melihat bahasa bakunya. Waahh, terbayang mungkin 10-20 tahun ke depan, lama kelamaan pelan-pelan akan hilang beberapa kata karena orang tidak pernah memakainya lagi. Sedih rasanya.

--------------

Berdasarkan observasi ringkas di berbagai grup Whatsapp, maka berikut beberapa kesalahan yang sering terjadi juga di samping kebiasaan menyingkat kata di atas.

a.       Malas pakai huruf kapital.

Banyak orang yang tidak mau berpayah-payah menekan tombol shift atau capslock ketika perlu menggunakan huruf kapital, misal nama orang atau nama tempat.

Contoh: Aku kemarin ketemu dia di eep. Hmmm, apa ya eep itu? Salah ketik (typo istilah sekarang) atau apa yaa? Mungkin hanya beberapa orang yang paham. 

Tapi coba jika kita tulis: EEP...  Rasanya akan lebih banyak yang paham, karena itu salah satu tempat kursus bahasa terkenal di Bandung.

Nah, di situlah pentingnya huruf kapital.

Lucu ih beli ani... Nah apa lagi tuh.. 
Oh ternyata maksudnya: Lucu ih Beli dan Ani. Beli itu ternyata maksudnya nama orang. 

Lah kalo tidak kapital, jadi dikira mau beli sesuatu kan? Lu kate merk kain? Belini hahaha..

b.      Susunan kata yang kurang tertata baik

Ada lagi pertanyaan di grup lain: adakah yang tau nomor tlp servis toshiba tv n kulkas brp?

Nah, itu maksud kata brp (berapa) itu apa yaa? Jadi tanya kulkas ada berapa atau apa ya? Padahal maksudnya: Berapa nomor tlp servis Toshiba?

Jadi susunan kata tidak kalah pentingnya, karena mempengaruhi arti suatu kalimat.

c.       Malas pake tanda baca, seperti titik, koma

Info dari rima deni itu alamatnya dmn

Jadi yang ditanya alamat siapa? Rima atau Deni atau keduanya?
Lalu ini kalimat tanya atau kalimat berita? Karena tidak ada tanda baca di akhir kalimat.

Padahal mungkin maksudnya: Info dari Rima, Deni itu alamatnya di mana?

------

Perlu disadari, bahasa adalah pendukung utama dalam berkomunikasi antar sesama.

Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi, harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara.

Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku. Bahasa sesuai kaidah bahasa baku mungkin banyak orang tidak pakai dengan alasan percakapan menjadi kurang akrab. 

Baiklah, kita lupakan sejenak tentang bahasa baku yang mungkin menakutkan sebagian orang hehe... Bukan berarti tidak penting, tapi kita bahas di lain waktu.

Sekarang coba kita fokus pada bahasa yang baik, yang dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Nah jika banyak disingkat, lupa tanda baca, lupa huruf kapital, susunan tidak jelas, apakah itu efektif bisa menyampaikan maksud kita kepada yang lain?

Jadi kalau pesan yang disampaikan tidak dipahami lawan bicara akibat empat kesalahan di atas, jangan salahkan si penerima pesan yaaa.... Itu baru empat contoh, yakin masih banyak lagi sebetulnya hehehe...

Jangan anggap enteng bahasa yaa.. Bahasa menunjukkan bangsa.
Rasanya miris kita ajak daftarkan anak kita kursus bahasa asing, yang mengajari mereka tentang grammar (tata bahasa) dan lain-lain. Tapi kita sendiri tidak contohkan berbahasa Indonesia yang baik kepada mereka.

Jangan kesal juga, jika di grup anda, ada satu orang anggota yang rajin mengingatkan berbahasa yang baik. Niatnya pasti mulia, supaya kebiasaan berbahasa yang baik tidak makin menghilang di tengah riuh rendahnya percakapan yang semakin alay. (sedikit bela diri hehehe..)

*kerisauan lama
*seorang anak guru bahasa selama puluhan tahun

Catatan: Trims banyak buat para poreper yang aku kutip beberapa contoh di percakapan grup kita. Cinta dah, kecup basah dari akuuuuu....

#ODOPfor99days
#day5


Tidak ada komentar:

Posting Komentar