Senin, 11 Januari 2016

POREPER

“Teh, hari Minggu kumpul yuk, ngebahas rencana sharing ke ibu-ibu PKK tentang sampah tea,tulis Ami, sahabatku di Whatsapp.
“Wah sori, aku ga bisa, mau reuni,jawabku.
“Reuni? Wah asyik.. reuni apa?”.
“Reuni SD”
“Hah.. reuni SD? Hahaha... hebat amat masih ngumpul”.
------

Hahaha….. Itu salah satu komentar teman yang heran aku masih reuni dengan teman-teman SD. Dan itu terjadi tidak hanya sekali, berkali-kali komentar hampir serupa muncul ketika aku cerita masih atau mau kumpul dengan teman-teman SD.
Yap betul, kami masih sering kumpul, mengenang masa-masa SD yang sudah berlalu sekian tahun lalu itu.. hihihi.. belum mau ngaku sekian itu berapa tahun. Pokoknya hitung aja yaa, beberapa anak sulungnya sudah kuliah... hahaha... tahu sama tahu aja yaa..
Masa-masa SD kami memang amat berkesan. Walaupun terus terang aku tidak termasuk anak gaul, tapi banyak banget kenangan indah, keren, manis, kocak, dan ga terlupakan.
----

SD kami memang spesial. Nama sekolah kami PPSP, singkatan dari Proyek Perintis Sekolah Pembangunan.. keren kaan? Ga ada sekolah lain di Bandung yang bernama sama, dijamin.
PPSP adalah sekolah dengan jenjang dari SD sampai SMA, semacam laboratorium percobaan kurikulum dari IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Lokasi sekolah di dalam Kampus IKIP. Sekolah kami punya kurikulum sendiri dan tidak menginduk ke Dinas Pendidikan.

Berikut beberapa hal keren:
1.       Tingkatan.
Seragam kami putih abu-abu, dari SD sampai SMA. Hemat, ga perlu ganti-ganti selama tuh seragam masih muat dan bisa pake lungsuran kakaknya (sudah menganut prinsip reduksi sampah dari sumber hahaha). SD hanya sampai kelas 5, kalian baru naik kelas  6, kami udah masuk SMP, weittsss.
 Dari SD ke SMP dan seterusnya tidak ada tes, wuiihhh bahagianyaa tanpa stress siga jaman kiwari. Lulus SD lalu lanjut kelas 1 SMP disebut kelas 6 dan seterusnya, jadi kelas 3 SMA itu disebut kelas 11. Ternyata sekarang dipakai  untuk sebutan kelas SMP yaa.. bukan kelas 1 SMP, tapi jadi kelas 7.

2.       Sistem Modul.
Kami belajar tidak pake buku paket, tapi pake sistem modul. Dengan sistem modul ini, guru menerangkan materi, kemudian siswa dituntut mandiri. Kami baca modul kemudian kerjakan tes sendiri bahkan periksa tes sendiri. Ada satu lemari besar di kelas tempat modul dan lembaran tes disimpan. Kami boleh ambil sendiri. Terkadang kemudahan ini jadi jalan untuk ambil kunci tes dan menyontek.. haha.. engga deeng... engga jarang maksudnya. Yang selesai satu modul lebih cepat daripada yang lain, boleh ambil lembar pengayaan. Semacam materi tambahan sambil menunggu teman-teman lain tuntas pada modul tersebut.

3.       Kualitas Guru
Guru mengajar per bidang studi, bukan guru kelas. Udah dapet pelajaran Bahasa Inggris sejak kelas 4 SD, weitsss.. mana ada jaman itu anak SD bisa cas cis cus in English. Ibu gurunya cantik dan sabar banget, namanya ibu Lies, yang bikin aku jatuh cinta sama pelajaran ini. Akibatnya? Kursus di LIA LBIB dijabanin dari SMP sampai SMA, dari basic sampai post-advanced. Hasilnya? TOEFL di atas rata-rata laah… *sombong saeutik hahaha…

4.       Mapel alternatif
Ada pelajaran ketrampilan selain PKK (mainstream kala itu). Bagiku itu asyik, karena aku ga doyan dan ga bisa jahit menjahit masak memasak. Aku pilih pelajaran Pertanian di kelas 7 dan Peternakan di kelas 8… Hahaha… jadi macul-macul nanam sosin terus panen dan melihara burung puyuh yang mesti ditimbang tiap hari lalu dibuat laporannya.. Ahhh seruuuu….

5.       Akselerasi
Selain hemat 1 tahun di SD, juga ada program 2,5 tahun untuk SMP dan SMA, jadi pelajaran untuk 3 tahun dipadatkan menjadi 2,5 tahun (hemat 1 semester). Satu kakakku dapat keuntungan ikut ini, mestinya lulus tahun 1986 dari SMA, jadi lulus tahun 1985. Beberapa teman seangkatan juga dapat keuntungan serupa, hemat satu tahun. Aku curiga hehehe, program ini yang jadi cikal bakal program akselerasi.

6.       Sekolah dekat rumah
Sebagian besar dari kami tinggal bertetangga di kampus yang sama. Ceuk istilah Sunda na mah, apal lah ti basa olo lehona.. haha.. tahu masa kecil masing-masing yang mungkin norak. Usia rata-rata para dosen yang tinggal di kampus ini hampir sama, sehingga usia anak-anaknya pun hampir sama. Jadi ga heran, anak yang sulung di keluarga A, seangkatan dengan si anak sulung di keluarga B, dan seterusnya. Satu dampaknya adalah banyak yang “bobogohan” sama tetangga, termasuk aku yang nyariissss hahaha….

Aaaahhhh... kesimpulannya KEREN lah pokoknyaaa.... dijamin beda banget sama sekolah lain... 
So lucky us to have a chance going to that cool school, right guys?
----

Okay... cukup dengan gambaran kekerenan sekolah kami, takut bikin ngiler plus nyesel hihihi. Sekarang kembali ke topik reuni.

Aku sendiri lupa, sejak kapan angkatanku rajin kumpul-kumpul dan ketemuan. Sebagian besar dari kami tinggal di Bandung, jadi ga susah buat kumpul-kumpul. Terus sempet bikin arisan. Lalu bikin grup BBM, terus ada ide untuk yang di luar Bandung juga ikut kumpul-kumpul. Kalo ga salah, sekitar 3 atau 6 bulan sekali. Aku yang sudah pindah ke Bogor, 2 atau 3 kali pernah ikut kumpul, pp pake travel dijabanin coba hahaha demi kumpul-kumpul ini.

Nah, sekarang balik ke akar, ke judul tulisan ini. POREPER. Apaan itu coba?

Baiklah, aku terangkan sedikit yaa... Poreper itu plesetan dari forever, berasal dari forever friend. Jadi harapannya pertemanan ini akan terus, terus, dan terus...berlanjut sampaiiiii selamanya.. Hihi lebay ga tuh?

Terus terang, pada awal-awal kumpul, aku masih kurang nyaman. Karena dulu semasa sekolah SD sampai SMP, aku bukan termasuk anak gaul. SMA pindah ke SMA Negeri, kuliah masih di Bandung tapi jarang banget ketemu temen-temen kampus, karena udah asyik dengan temen2 kuliah dan aku mulai gaul.

Tapi seiring berjalannya waktu, makin lama makin asyik yaa bergaul dengan sekumpulan orang aneh ini hihi... Seperti grup lain, ada berbagai karakter di Poreper ini. Satu orang didapuk jadi bu ketua, sedikit galak hehe… tapi piawai menjaga kekompakan kami. Lalu ada yang rutin share tausiyah, ada yang polos dan suka ga nyambung, ada yang baik hati dan suka jadi pendamai, ada yang bodor atau malah kadang ngacapruk , ada yang hobi betulin typo2 (dijuluki provost EYD, yaitu aku hahaha).

Tapi semuanya ngangeniinnnn…..

Kalo ditilik dari kesuksesan, mari kita  absen (bukan maksud sombong. Ada yang sukses usaha kuliner bolu kukus, lalu komandan batalyon, eksportir sejenis logam mulia, penjahit canggih, public health worker, anggota DPRD, pakar IT, dosen dan guru favorit, bankir, dokter, konsultan handal, manajer di berbagai perusahaan, wartawan, pengusaha, dll dst…. daan yang tidak kalah sukses adalah ibu-ibu rumah tangga yang memilih untuk tidak punya karier dan sukses mendidik anak-anaknya…… aahhhh pokoknya pada jempolan lah..

Tidak ada yang merasa lebih sukses dari yang lain, tidak ada yang merasa lebih kaya, tidak ada yang merasa lebih kuasa… Yang ada saling ledek-ledekan, saling bantu, saling dukung, saling doakan. Semua punya niat sama, untuk nyambung silaturrahim, sambil bernostalgia masa-masa kecil dan remaja yang pada culun-culun.

Buat aku, ini bukan lagi pertemanan, tapi persaudaraan…… .
-----

Catatan: Kata pak ustadz, banyak pahala kalo kita sering-sering bersilaturrahim. Jaadi, rugi berat kalo kita merasa minder karena merasa belum sukses, merasa belum jadi apa-apa, lalu tidak sedia buka hati untuk sambungkan silaturrahim.
------

Refleksi seorang poreper, ibu rumah tangga yang kebetulan jadi PNS hehehe….
-----



1 komentar:

  1. Apa saja yg sudah dilakukan Poreper selain 'reuni' juga menarik dishare ceritanya tuh, Ani. Semacam baksos waktu Ramadhan yg sempat termonitor via WA group, persaudaraan yg owsom :)

    BalasHapus