“Teh, hari Minggu kumpul yuk, ngebahas rencana
sharing ke ibu-ibu PKK tentang sampah tea,” tulis
Ami,
sahabatku di Whatsapp.
“Wah sori, aku ga bisa, mau reuni,” jawabku.
“Reuni? Wah asyik.. reuni apa?”.
“Reuni SD”
“Hah.. reuni SD? Hahaha... hebat amat masih ngumpul”.
------
Hahaha….. Itu salah satu komentar teman yang heran aku masih reuni dengan teman-teman SD. Dan itu
terjadi tidak hanya sekali, berkali-kali komentar hampir serupa muncul ketika
aku cerita masih atau mau kumpul
dengan teman-teman SD.
Yap betul, kami masih sering kumpul, mengenang
masa-masa SD yang sudah berlalu sekian tahun lalu itu.. hihihi.. belum mau
ngaku sekian itu berapa tahun. Pokoknya hitung aja yaa, beberapa anak sulungnya
sudah kuliah... hahaha... tahu sama tahu aja yaa..
Masa-masa SD kami memang amat berkesan.
Walaupun terus terang aku tidak termasuk anak gaul, tapi banyak banget kenangan
indah, keren, manis, kocak, dan ga terlupakan.
----
SD kami memang spesial. Nama sekolah kami
PPSP, singkatan dari Proyek Perintis Sekolah Pembangunan.. keren kaan? Ga ada sekolah
lain di Bandung yang bernama sama, dijamin.
PPSP adalah sekolah dengan jenjang dari SD sampai SMA, semacam
laboratorium percobaan kurikulum dari
IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Lokasi sekolah di dalam
Kampus IKIP. Sekolah kami punya kurikulum sendiri
dan tidak menginduk ke Dinas Pendidikan.
Berikut beberapa hal keren:
1.
Tingkatan.
Seragam kami putih abu-abu, dari SD sampai SMA. Hemat, ga perlu
ganti-ganti selama tuh seragam masih muat dan bisa pake lungsuran kakaknya
(sudah menganut prinsip reduksi sampah dari sumber hahaha). SD hanya sampai
kelas 5, kalian baru naik kelas 6, kami
udah masuk SMP, weittsss.
Dari SD ke SMP dan seterusnya
tidak ada tes, wuiihhh bahagianyaa tanpa stress siga jaman kiwari. Lulus SD
lalu lanjut kelas 1 SMP disebut kelas 6 dan seterusnya, jadi kelas 3 SMA itu
disebut kelas 11. Ternyata sekarang dipakai
untuk sebutan kelas SMP yaa.. bukan kelas 1 SMP, tapi jadi kelas 7.
2.
Sistem
Modul.
Kami belajar tidak
pake buku paket, tapi pake sistem modul. Dengan sistem modul ini, guru
menerangkan materi, kemudian siswa dituntut mandiri. Kami baca modul kemudian
kerjakan tes sendiri bahkan periksa tes sendiri. Ada satu lemari besar di kelas
tempat modul dan lembaran tes disimpan. Kami boleh ambil sendiri. Terkadang
kemudahan ini jadi jalan untuk ambil kunci tes dan menyontek.. haha.. engga
deeng... engga jarang maksudnya. Yang selesai satu modul lebih cepat daripada yang
lain, boleh ambil lembar pengayaan. Semacam materi tambahan sambil menunggu
teman-teman lain tuntas pada modul tersebut.
3.
Kualitas Guru
Guru mengajar per bidang studi, bukan guru kelas.
Udah dapet pelajaran Bahasa Inggris sejak kelas 4 SD, weitsss.. mana ada jaman itu anak SD bisa cas
cis cus in English. Ibu gurunya
cantik dan sabar banget, namanya ibu Lies, yang bikin aku jatuh cinta sama
pelajaran ini. Akibatnya? Kursus di LIA LBIB dijabanin dari SMP sampai SMA,
dari basic sampai post-advanced. Hasilnya? TOEFL di atas rata-rata laah…
*sombong saeutik hahaha…
4.
Mapel
alternatif
Ada pelajaran ketrampilan selain PKK (mainstream kala itu). Bagiku itu
asyik, karena aku ga doyan dan ga bisa jahit menjahit masak memasak. Aku pilih pelajaran
Pertanian di kelas 7 dan Peternakan di kelas 8… Hahaha… jadi macul-macul nanam
sosin terus panen dan melihara burung puyuh yang mesti ditimbang tiap hari lalu
dibuat laporannya.. Ahhh seruuuu….
5.
Akselerasi
Selain hemat 1 tahun di SD, juga ada program 2,5
tahun untuk SMP dan SMA, jadi
pelajaran untuk 3 tahun dipadatkan menjadi 2,5 tahun (hemat 1 semester). Satu kakakku dapat keuntungan ikut ini, mestinya lulus tahun 1986
dari SMA, jadi lulus tahun 1985. Beberapa teman seangkatan juga dapat
keuntungan serupa, hemat satu tahun.
Aku curiga hehehe, program ini yang jadi cikal bakal
program akselerasi.
6.
Sekolah
dekat rumah
Sebagian besar dari
kami tinggal bertetangga di kampus yang sama. Ceuk istilah Sunda na mah, apal
lah ti basa olo lehona.. haha.. tahu masa kecil masing-masing yang mungkin
norak. Usia rata-rata para dosen yang tinggal di kampus ini hampir sama,
sehingga usia anak-anaknya pun hampir sama. Jadi ga heran, anak yang sulung di
keluarga A, seangkatan dengan si anak sulung di keluarga B, dan seterusnya. Satu dampaknya adalah banyak yang “bobogohan”
sama tetangga, termasuk aku yang nyariissss hahaha….
Aaaahhhh... kesimpulannya KEREN lah
pokoknyaaa.... dijamin beda banget sama sekolah lain...
So lucky us to have a chance going to that cool school, right guys?
----
Okay... cukup dengan gambaran kekerenan
sekolah kami, takut bikin ngiler plus nyesel hihihi. Sekarang kembali ke topik
reuni.
Aku sendiri lupa, sejak kapan angkatanku rajin
kumpul-kumpul dan ketemuan. Sebagian besar dari kami tinggal di Bandung, jadi
ga susah buat kumpul-kumpul. Terus sempet bikin arisan. Lalu bikin grup BBM,
terus ada ide untuk yang di luar Bandung juga ikut kumpul-kumpul. Kalo ga
salah, sekitar 3 atau 6 bulan sekali. Aku yang sudah pindah ke Bogor, 2 atau 3
kali pernah ikut kumpul, pp pake travel dijabanin coba hahaha demi
kumpul-kumpul ini.
Nah, sekarang balik ke akar, ke judul tulisan
ini. POREPER. Apaan itu coba?
Baiklah, aku terangkan sedikit yaa... Poreper itu plesetan
dari forever, berasal dari forever friend. Jadi harapannya pertemanan ini
akan terus, terus, dan terus...berlanjut sampaiiiii selamanya.. Hihi lebay ga tuh?
Terus terang, pada awal-awal kumpul, aku masih
kurang nyaman. Karena dulu semasa sekolah SD sampai SMP, aku bukan termasuk
anak gaul. SMA pindah ke SMA Negeri, kuliah masih di Bandung tapi jarang banget
ketemu temen-temen kampus, karena udah asyik dengan temen2 kuliah dan aku mulai
gaul.
Tapi seiring berjalannya waktu, makin lama
makin asyik yaa bergaul dengan sekumpulan orang aneh ini hihi... Seperti grup lain, ada
berbagai karakter di Poreper ini. Satu orang didapuk jadi bu ketua, sedikit galak hehe… tapi piawai menjaga kekompakan kami. Lalu ada yang
rutin share tausiyah, ada yang polos dan suka ga nyambung, ada yang baik hati
dan suka jadi pendamai, ada yang bodor atau malah kadang ngacapruk , ada yang
hobi betulin typo2 (dijuluki provost EYD, yaitu aku hahaha).
Tapi semuanya
ngangeniinnnn…..
Kalo ditilik dari
kesuksesan, mari kita absen (bukan
maksud sombong. Ada yang sukses usaha kuliner bolu kukus, lalu komandan
batalyon, eksportir sejenis logam mulia, penjahit canggih, public health worker, anggota DPRD, pakar IT, dosen dan guru
favorit, bankir, dokter, konsultan handal, manajer di berbagai perusahaan,
wartawan, pengusaha, dll dst…. daan yang tidak kalah sukses adalah ibu-ibu
rumah tangga yang memilih untuk tidak punya karier dan sukses mendidik
anak-anaknya…… aahhhh pokoknya pada jempolan lah..
Tidak ada yang merasa
lebih sukses dari yang lain, tidak ada yang merasa lebih kaya, tidak ada yang
merasa lebih kuasa… Yang ada saling ledek-ledekan, saling bantu, saling dukung,
saling doakan. Semua punya niat sama, untuk nyambung silaturrahim, sambil
bernostalgia masa-masa kecil dan remaja yang pada culun-culun.
Buat aku, ini bukan
lagi pertemanan, tapi persaudaraan…… .
-----
Catatan: Kata pak ustadz, banyak pahala kalo kita sering-sering bersilaturrahim.
Jaadi, rugi berat kalo kita merasa minder karena merasa belum sukses, merasa
belum jadi apa-apa, lalu tidak sedia buka hati untuk sambungkan silaturrahim.
------
-----
Apa saja yg sudah dilakukan Poreper selain 'reuni' juga menarik dishare ceritanya tuh, Ani. Semacam baksos waktu Ramadhan yg sempat termonitor via WA group, persaudaraan yg owsom :)
BalasHapus